Pentingnya Pendataan Presisi Nasional dalam Pembangunan Indonesia
DIAGRAMKOTA.COM – Pendataan presisi nasional kembali menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat dan para pemangku kebijakan. Isu ini muncul setelah anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka, menyampaikan gagasannya terkait urgensi Undang-Undang Sistem Pendataan Presisi Nasional (UU SPN). Ia menekankan bahwa data yang akurat sangat penting untuk mendukung pembangunan dan perlindungan rakyat.
Mengapa Data Presisi Nasional Penting?
Rieke menilai bahwa banyak masalah yang dihadapi bangsa ini berasal dari ketidakakuratan data dasar negara. Menurutnya, selama data masih tidak jelas dan tidak relevan, berbagai kebijakan seperti tunjangan DPR hingga program jaminan sosial tidak akan bisa dihitung secara benar. Ia menegaskan bahwa transparansi negara seharusnya tidak hanya berhenti pada laporan angka di permukaan, tetapi juga bagaimana proses pendataan dilakukan dengan melibatkan rakyat secara langsung agar hasilnya benar-benar presisi dan aktual.
“Jika data dasarnya tidak akurat, tidak aktual, dan tidak relevan, maka semua pembicaraan, termasuk tunjangan DPR, tidak bisa dihitung secara akurat,” ujar Rieke.
Kritik terhadap Sistem Statistik yang Ada
Saat ini, Indonesia memiliki Undang-Undang Statistik yang menjadi dasar pengelolaan data oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Namun, menurut Rieke, sistem ini hanya menampilkan hasil analisis akhir, bukan memastikan data dasar yang digunakan benar-benar presisi. Ia bahkan mengkritik anggaran BPS yang mencapai Rp6 triliun, lebih besar dibandingkan anggaran Kementerian Tenaga Kerja (Rp1,3 triliun) dan Kementerian Perdagangan (Rp1,4 triliun). Meski begitu, hasil yang ditampilkan masih sebatas angka tanpa transparansi yang memadai terkait sumber data.
“Pertanyaannya, statistik yang dilakukan BPS itu data dasarnya apa dengan anggaran sebesar itu? Kita hanya disuguhi angka-angka, tapi tahu nggak sebenarnya untuk apa saja Rp3.000 triliun itu dipakai?” kritik Rieke.
Keterkaitan dengan Kasus Nyata
Dalam pernyataannya, Rieke menyinggung pengalaman pribadinya sebagai Ketua Umum Konfederasi Rakyat Pekerja. Ia menceritakan bagaimana kasus kematian seorang driver ojol bernama Affan membuka mata bahwa perlindungan pekerja sangat bergantung pada kejelasan data. Menurutnya, jika sistem pendataan benar-benar presisi, maka setiap pekerja, termasuk ojek online, akan otomatis tercatat dan memperoleh hak mereka seperti BPJS Ketenagakerjaan.
Usulan Undang-Undang Sistem Pendataan Presisi Nasional
Dari berbagai pengalaman tersebut, Rieke menegaskan pentingnya menghadirkan Undang-Undang Sistem Pendataan Presisi Nasional (UU SPN). Ia ingin agar regulasi ini bisa menjadi payung hukum yang lebih kuat dibanding sekadar UU Statistik. Bagi Rieke, UU ini nantinya harus mengatur:
- Standar pendataan nasional yang terintegrasi
- Keterlibatan masyarakat dalam proses pendataan
- Transparansi data sejak dari pengumpulan, bukan hanya laporan hasil
- Pemanfaatan data sebagai basis kebijakan pembangunan daerah maupun nasional
“Makanya dukung dong aku, Undang-Undang Sistem Pendataan Presisi Nasional, perpres sistem perencanaan pembangunan daerah berbasis data presisi,” tegas Rieke.
Ajakan untuk Publik
Rieke menegaskan bahwa perjuangan ini bukan hanya soal wacana politik, melainkan kebutuhan nyata rakyat. Ia bahkan meminta dukungan tidak hanya dari tokoh publik seperti Denny Sumargo, tetapi juga dari masyarakat luas agar wacana UU ini bisa segera diwujudkan.
“Pendataan itu harus melibatkan rakyat sejak awal. Transparansi negara dimulai dari transparansi pendataannya,” tambah Rieke.
Konsep Data Presisi Nasional yang digaungkan oleh Rieke Diah Pitaloka menjadi sorotan baru dalam diskusi kebijakan publik. Dengan hadirnya Undang-Undang Sistem Pendataan Presisi Nasional, ia berharap Indonesia memiliki basis data yang kuat, akurat, dan relevan untuk mendukung pembangunan, melindungi pekerja, serta memastikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. (*)