Mispresepsi Pemerintah Terhadap Fenomena “Bendera One Piece”

DIAGRAMKOTA.COM – Beberapa kesempatan terakhir, Indonesia melalui media sosialnya digemparkan dengan munculnya fenomena “Jolly Roger” yaitu bendera di Anime One Piece yang memiliki simbol perlawanan terhadap rezim pemerintahan yang bengis mulai dari korupsi hingga penindasan.

Fenomena fiksi tersebut terjadi secara nyata di Sebagian wilayah Indonesia, sehingga di momen HUT Kemerdekaan RI Ke 80 ini, pemerintah menilai munculnya Bendera One Piece tersebut merupakan gerakan makar, dan kemudian melarang dengan segala celah hukum yang ada.

Sedangkan Definisi Makar yang diartikan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) merujuk pada “perbuatan dengan tujuan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah atau memisahkan sebagian wilayah negara dengan cara melawan hukum, baik dengan kekerasan maupun ancaman kekerasan.” hal ini sama sekali tidak berkorelasi dengan Bendera One Piece yang kini gemar di kibarkan.

Secara hukum, bendera One Piece tidak termasuk bendera negara ataupun simbol resmi apa pun. Karenanya, ia tidak tunduk pada perlakuan atau perlindungan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara.

“ Menurut saya, simbol – simbol seperti One Piece ini akan lebih mudah diterjemahkan ke generasi sekarang tentang bagaimana ekspresi keresahan akibat ulah pemerintah, dibanding harus menjelaskan suatu permasalahan dari akarnya yang cenderung membosankan untuk generasi muda.” Sebut Sekjend GMNI Komisariat Hang Tuah, Bung Alief Hidayatulloh

” Gibran Rakabuming Raka yang disebut sebagai WAPRES Representasi anak muda pada waktu debat paslon 2024 lalu, juga menggunakan brivet/pin berlogo jolly roger” tambahnya

Sejauh ini, tidak ada peraturan perundang undangan yang mengatur tindakan Pengibaran bendera One Piece ini, selama dengan niat mengkritik pemerintah yang tidak pro kepada rakyatnya dan tidak ada unsur untuk menghina, merendahkan, ataupun niat menggantikan Bendera Merah Putih dengan Bendera One Piece sebagai simbol martabat suatu negara sebagaimana tercantum dalam  Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara.

Sama halnya dengan masyarakat adat yang menunjukkan rasa cinta kepada Indonesia melalui adat serta budaya yang di ekspresikan baik dari publikasi media maupun melestarikan budaya tersebut. sekali lagi, ini soal ekspresi.

Pengibaran bendera hitam bergambar tengkorak ini bisa saja menjadi tanda bahwa kecintaan kepada Negara Indonesia yang tinggi namun tidak diimbangi oleh kesempatan menyampaikan aspirasi dan evaluasi kepada elit elit pemerintahan. sehingga pemerintah harus merespons dengan penuh rasa instropeksi, bukan mencari pembenaran apalagi merasa terancam.

Sebagai penutup, Alief Hidayatulloh selaku Sekretaris Jendral GMNI Komisariat UHT berpesan, “jadi, di Momen bertambahnya usia Bangsa Indonesia ini. jangan lah pemerintah mewarnai dengan stigma stigma negatif apalagi membatasi dan menuduh masyarakat.

Hal seperti ini Pemerintah harus menjadikan bahan evaluasi di usia ke 80. karena pada hakikatnya demokrasi membutuhkan hal seperti ini supaya sistemnya berjalan seimbang.” Tutupnya selaku Mahasiswa Hukum.