DIAGRAMKOTA.COM – Rapat dengar pendapat (RDP) antara warga Apartemen Bale Hinggil, pengelola PT Tata Kelola Sarana (TKS), dan perwakilan Pemerintah Kota Surabaya yang dimediasi Komisi C DPRD kembali menemui jalan buntu. Selama lebih dari satu bulan, aliran listrik dan air bersih di puluhan unit apartemen masih terputus sejak 8 April 2024.
Ketua Bale Hinggil Community (BHC), Kristianto Sutanto, menegaskan bahwa mediasi sudah dilakukan berulang kali, tapi belum membuahkan hasil konkret.
“Komisi C sangat membantu warga, kami sangat berterima kasih atas fasilitasi yang dilakukan, terutama untuk hari ini. Tapi hasilnya tetap buntu. Satu bulan kami tanpa listrik dan air. Ini menyangkut kemanusiaan,” kata Kristianto, Senin (21/4).
Ia membeberkan bahwa warga sudah menyampaikan delapan tuntutan, termasuk kejelasan legalitas pengelola, keabsahan PPJB, hingga dugaan praktik ilegal dalam pengelolaan air bersih.
“Sertifikat induk apartemen dijaminkan ke bank oleh pengembang. Ini fatal! Kami sudah laporkan ke Polda. PT TKS pun sudah tidak memiliki dasar hukum untuk mengelola Bale Hinggil. Tapi mengapa pemkot belum bertindak?” tegas Kristianto.
Ia juga mengungkap adanya dugaan permainan dalam pemutusan layanan. Menurutnya, pemutusan dilakukan secara acak. Ada warga yang tetap diputus meski telah membayar, sementara yang belum membayar justru tidak kena sanksi.
“Ada hampir 200 unit yang disomasi, tapi yang diputus sekitar 50-an unit. Random. Ada indikasi pemaksaan, bahkan air dijual Rp10.000 per meter kubik oleh pengelola. PDAM kok bisa dijual seenaknya?” ujar Kristianto geram.
Kristianto menuding pengelola memaksakan isi PPJB yang tidak sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2011 dan PP No. 13 Tahun 2021.
Delapan Sikap Warga Bale Hinggil:
-
Menolak perpanjangan pengelolaan oleh PT TKS;
-
Masa pengelolaan oleh pengembang berakhir 31 Desember 2024;
-
PPJB dianggap cacat hukum dan bertentangan dengan UU Rumah Susun;
-
SHMSRS belum diterbitkan;
-
Sertifikat induk diagunkan ke Bank KB Bukopin;
-
Biaya pengelolaan seharusnya masih tanggung jawab pengembang;
-
Menuntut transparansi pembiayaan IPL;
-
Menuntut penerbitan AJB dan SHMSRS secara sah.
Pemkot: Semua Butuh Itikad Baik
Kepala Bagian Hukum dan Kerja Sama Pemkot Surabaya, Sidharta Praditya Revienda Putra, menyebut permasalahan ini tak bisa diselesaikan jika masing-masing pihak bersikeras dengan tafsirnya sendiri.
“Walaupun sudah beberapa kali rapat, kalau tidak ada itikad baik, ya tidak selesai. Jalur hukum bisa ditempuh, tapi kalau tetap mempertahankan tafsir masing-masing, deadlock terus,” jelas Sidharta.
Ia menilai persoalan ini bukan hanya ranah hukum, tapi juga persoalan sosial dan komunikasi.
Komisi C Sarankan Minta Pendapat Jaksa Negara
Anggota Komisi C DPRD Kota Surabaya, Josiah Michael, menilai sengketa ini bersumber dari tafsir berbeda atas PPJB. Ia menyarankan agar para pihak meminta pendapat resmi dari Jaksa Pengacara Negara (JPN).
“Hearing ini deadlock karena masing-masing punya tafsir. Komisi C menyarankan minta pendapat dari JPN, apalagi menyangkut pemutusan air dan listrik,” ujar Josiah.
Ia juga mengkritik lemahnya regulasi apartemen di Indonesia. “Kekosongan hukum ini jadi sumber masalah. Pemkot juga kurang tegas mengawasi. Padahal ini bukan soal kecil. Bayangkan, warga sudah bayar lunas, tapi belum dapat sertifikat dan malah dimatikan listriknya,” ucapnya.
Warga Desak Pemkot Tegas
Kristianto mempertanyakan sikap Pemkot yang terkesan abai terhadap kasus ini, padahal dugaan pelanggaran oleh PT TKS sudah terang-terangan.
“Kalau CV kecil viral, langsung disegel. Tapi ini PT yang jelas-jelas ilegal kok belum ditindak? Ada apa dengan pemkot?” tutup Kristianto.
Hingga berita ini ditulis, belum ada tanggapan resmi dari pihak pengelola atau pengembang terkait desakan warga dan status hukum pengelolaan Bale Hinggil. (dk/dms)