DIAGRAMKOTA.COM – Dinamika panas antara Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji, dan pengusaha UD Sentosa Seal, Jan Hwan Diana, mulai mereda. Jan Hwan akhirnya mengambil langkah untuk meredakan ketegangan dengan datang langsung ke rumah dinas Armuji pada Senin (14/4/2025) guna menyampaikan permintaan maaf. Ia juga menyatakan akan mencabut laporan polisi yang sempat dilayangkan ke Polda Jawa Timur.
Langkah damai ini menjadi sorotan publik. Meski Armuji menerima permintaan maaf secara pribadi, Aliansi Advokat Surabaya Raya (ASR) menegaskan bahwa proses hukum tidak serta-merta berhenti.
“Kita mendampingi Cak Ji (Armuji, red) dengan polemik yang terjadi kemarin. Alhamdulillah, dari yang bersangkutan (Jan Hwan Diana, red) juga meminta maaf dan akan mencabut laporannya. Namun secara pribadi dan Pemerintah Kota Surabaya, Cak Ji memaafkan. Proses hukum tetap akan dijalankan dan kita hormati proses hukumnya,” tegas Ketua ASR, H. Etar.
Etar juga membantah adanya laporan balik dari Armuji. “Belum, kalau Cak Ji belum,” jelasnya kepada awak media.
Etar mengonfirmasi bahwa kedatangan Jan Hwan bersifat pribadi dan tanpa perantara. “Datang sendiri. Datang sendiri, untuk meminta maaf ke Cak Ji,” ujarnya.
Aliansi Advokat Surabaya Raya menilai Armuji sebagai figur yang layak mendapat dukungan. Menurut Etar, rekam jejak Armuji membuktikan keberpihakannya terhadap masyarakat kecil, bahkan sebelum menjabat sebagai wakil wali kota.
“Jauh sebelum beliau menjabat menjadi Wakil Wali Kota, beliau adalah pejuang untuk rakyat dan masyarakat Surabaya. Jadi perlu kita apresiasi dan perlu kita support dalam memajukan Kota Surabaya,” tambahnya.
ASR menyoroti bahwa keterlibatan mereka bukan hanya karena aspek hukum, melainkan karena mereka merasa ada ketimpangan dan perlakuan yang tidak adil terhadap Armuji dan masyarakat kecil.
“Kalau alasan kita membela Cak Ji ini, mendampingi atau apapun, kita melihat kita warga Surabaya, warga Surabaya yang didolimi. Cak Ji yang notabene dia adalah raja nomor dua di Surabaya pun masih dibegitukan. Jadi masyarakat Surabaya yang di bawah jangan sampai (mengalami hal serupa),” ungkap Etar dengan nada serius.
Lebih lanjut, Etar memberikan peringatan kepada para pemilik usaha atau pihak yang merasa berkuasa agar tidak berlaku sewenang-wenang di Surabaya.
“Ini pelajaran buat pengusaha-pengusaha ataupun orang-orang yang merasa dirinya kuat. Jangan arogan di Surabaya,” tandasnya.
Sementara itu, terkait praktik penahanan ijazah yang menjadi salah satu titik api dalam polemik ini, Etar menyebut hal tersebut tidak dibenarkan, meski belum sepenuhnya diatur dalam regulasi hukum positif.
“Sebenarnya tidak diperkenankan, apalagi memaksa dengan membayar uang,” pungkasnya. (dk/dms)