DIAGRAMKOTA.COM – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap adanya penyimpangan perjalanan dinas pegawai negeri sipil (PNS) yang mencapai Rp 39,26 miliar. Ketua Umum Aliansi Madura Indonesia (AMI), Baihaki Akbar, mendesak pihak berwenang untuk segera memproses hukum para pelaku yang terlibat dalam kasus ini.
“Perjalanan dinas fiktif itu harus dipidanakan. Biar kapok, supaya ada efek jera. Maka kemudian mereka yang memanipulasi atau fiktif, dia harus dipenjara, harus dipidanakan,” ujar Baihaki Akbar saat berbicara kepada media, Rabu (12/6/2024).
Baihaki juga menekankan pentingnya peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam menindaklanjuti laporan BPK terkait penyimpangan ini.
“Oleh karena itu, sebaiknya penegak hukum segera menyikapi terkait laporan BPK ini dan segera melakukan pemilihan yang mana yang wajib untuk dipidanakan,” tambahnya.
Dalam laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Pemerintah Pusat 2023, terungkap penyimpangan belanja perjalanan dinas sebesar Rp 39.260.497.476 di 46 kementerian/lembaga (K/L).
“Penyimpangan belanja perjalanan dinas sebesar Rp 39,26 miliar pada 46 K/L,” bunyi laporan BPK yang dikutip pada Minggu (9/6).
Penyimpangan terbesar terjadi pada perjalanan yang tidak sesuai ketentuan atau kelebihan pembayaran yang dilakukan oleh 38 K/L dengan nilai Rp 19,65 miliar. Dalam laporan tersebut, tercatat Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum mengembalikan sisa kelebihan perjalanan dinas senilai Rp 10,57 miliar ke kas negara.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) senilai Rp 1,5 miliar dianggap tidak akuntabel dan tidak diyakini kewajarannya, sementara Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) senilai Rp 1,3 miliar.
Selain itu, penyimpangan perjalanan dinas lainnya ditemukan di 23 K/L dengan nilai Rp 4,84 miliar. Di antaranya adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) senilai Rp 1,15 miliar yang tidak didukung bukti pengeluaran secara at cost, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) senilai Rp 792 juta, serta Kementerian Pertanian (Kementan) senilai Rp 571,74 juta.
Sebanyak 14 K/L lainnya, dengan nilai total Rp 14,76 miliar, belum memberikan bukti pertanggungjawaban perjalanan dinas. Mereka antara lain Badan Pangan Nasional (Bapanas) senilai Rp 5 miliar, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) senilai Rp 211,81 juta, serta Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) senilai Rp 7,4 miliar.
Tidak hanya itu, BPK juga menemukan adanya perjalanan dinas fiktif senilai Rp 9,3 juta yang dilakukan oleh BRIN dan Kementerian Dalam Negeri.
“Kementerian Dalam Negeri sebesar Rp 2.482.000 merupakan perjalanan dinas yang tidak dilaksanakan. BRIN sebesar Rp 6.826.814 merupakan pembayaran atas akomodasi yang fiktif,” tulis BPK dalam laporannya.
Atas permasalahan belanja perjalanan dinas sebesar Rp 39,26 miliar di atas, telah dilakukan tindak lanjut melalui pertanggungjawaban dan/atau penyetoran ke kas negara sebesar Rp 12,79 miliar. (dk/nw)