DIAGRAMKOTA.COM – Ormas Rampas (Rumah Juang Amanat Mandiri Prabowo Subianto) DPW Jawa Timur menyampaikan kritik tajam terhadap kinerja aparat penegak hukum, khususnya di PPA Reskrim Polresta Sidoarjo, dalam penanganan kasus hukum yang melibatkan masyarakat menengah ke bawah. Hal ini disampaikan dalam forum hearing bersama DPRD Kabupaten Sidoarjo yang berlangsung Rabu,(30/04/2025).
Dalam hearing tersebut, hadir Ketua DPRD kabupaten Sidoarjo Komisi A Rizza Ali Faizin dan Ketua Komisi D Dhamroni Chudhlori beserta sejumlah perwakilan anggota dewan lainnya, serta jajaran Polresta Sidoarjo, DP3AKB Kabupaten Sidoarjo.
Pengurus DPP RAMPAS Korwil Jatim, Florencia, menyampaikan bahwa komunikasi antara penyidik PPA Satreskrim dengan lawyer pelapor dinilai kurang komunikatif, curhatan ini kepada kami dari lawyer pelapor, disini kami menjembatani suara masyarakat menengah ke bawah. Pelapor ini saja yang menggunakan PH, penanganannya lambat, apalagi mereka yang tidak ada pendampingan hukum,” ujarnya.
Ia juga menyoroti tingginya angka kekerasan terhadap anak dan perempuan di Sidoarjo.
Safii, SH.,MH., Kuasa Pelapor menyampaikan “Sidoarjo ini pernah menjadi daerah dengan kasus kekerasan anak dan perempuan tertinggi kedua di Jawa Timur. Ini sangat bertolak belakang dengan citra Sidoarjo sebagai kota santri,”.
Safii didampingi Florencia dan ketua RAMPAS DPW Jatim menceritakan, kasus pedofilia di Kecamatan Candi pada 2021 yang sempat tak tertangani dengan baik hingga akhirnya mendapat perhatian setelah dipublikasikan. “Korban ada tujuh anak, umur 6–7 tahun, dari keluarga tidak mampu. Laporan awalnya tidak ada progres, sampai akhirnya dimediasi dan dilaporkan langsung ke Kapolres saat itu,” ungkapnya.
Safi’i, yang juga mendampingi korban dalam kasus kekerasan terbaru yang dilaporkan dengan LP No. TBL-B/472/IX/2024/SPKT/Polresta Sidoarjo/Polda Jatim, pada September 2024, juga menyampaikan kekecewaannya terhadap lambannya penanganan. “Sudah tujuh bulan sejak laporan dibuat, tapi prosesnya masih tahap satu. SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) yang kami minta pun tidak diberikan,” tegasnya.
Ia merujuk pada Perkap Polri Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana, yang mengatur bahwa penanganan kategori sulit maksimal 120 hari. “Ini sudah lewat 210 hari. Harusnya jadi perhatian khusus karena sudah pernah viral sebelumnya,” tambahnya.
Rampas Jatim meminta agar Komisi A DPRD Sidoarjo turut melakukan pendesakan terhadap jajaran Polresta Sidoarjo agar penanganan kasus berjalan tegas dan profesional. Hearing ini ditutup dengan komitmen dari perwakilan DPRD bahwa persoalan tersebut akan menjadi atensi khusus, dan pelapor juga diberikan akses langsung untuk meminta SP2HP sebagai bagian dari haknya.(Dk/di)