DIAGRAMKOTA.COM – Masalah sampah plastik kembali menjadi perhatian. Sekretaris Komisi C DPRD Kota Malang, Akhdiyat Syabril Ulum, menganggap tindakan Pemkot Malang melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dalam menyediakan tempat sampah botol plastik di kawasan Kayutangan bukan hanya upaya menjaga kebersihan, tetapi juga bisa menjadi peluang untuk munculnya inovasi ekonomi baru di kalangan masyarakat.
Selain menjadi infrastruktur, Ulum menekankan kepentingan penggunaan plastik bekas yang telah dikategorikan.
Menurutnya, plastik dapat dimanfaatkan menjadi barang yang memiliki manfaat seperti batu bata ramah lingkungan, kerajinan tangan, maupun inovasi produk kreatif lainnya.
“Penyediaan fasilitas pemilahan sampah ini merupakan langkah awal yang positif. Namun jangan berhenti hanya di Kayutangan, sebaiknya diperluas ke lokasi-lokasi penting lainnya hingga tingkat kelurahan dan kecamatan,” ujar Ulum, pada Minggu (24/8/2025).
Dengan demikian, pengelolaan sampah tidak hanya bertujuan pada kebersihan, tetapi juga mampu menciptakan peluang ekonomi baru bagi warga.
“Limbah plastik dapat menjadi kesempatan untuk mengasah kreativitas sekaligus mendorong perekonomian masyarakat,” katanya.
Ia juga mendorong terbentuknya Peraturan Daerah (Perda) mengenai pembatasan penggunaan plastik sekali pakai, mirip dengan yang telah diterapkan di Bali, Jakarta, dan Yogyakarta.
Peraturan daerah ini akan menjadi dasar hukum sekaligus alat efektif dalam mengurangi penggunaan plastik sebagai kemasan makanan dan produk turunannya. Menurutnya, hanya adanya regulasi saja tidak cukup.
Pendidikan dan sosialisasi, baik melalui media digital maupun langsung, perlu dilakukan secara bersamaan.
“Dengan pendidikan yang terus-menerus, masyarakat semakin memahami dan berpartisipasi dalam menjaga lingkungan sekitar, khususnya Kota Malang,” tambahnya.
DPRD Kota Malang dianggap telah mengambil tindakan nyata dengan membatasi penggunaan botol plastik sekali pakai dalam kegiatan internal.
Sebagai contoh, dalam rapat paripurna, DPRD mengganti minuman kemasan plastik dengan tumbler atau gelas yang bisa diisi ulang.
“Kami berkomitmen memulai dari hal yang kecil, agar masyarakat juga ikut meniru,” kata Ulum.
Gerakan ini tidak hanya sekadar kebijakan lingkungan, tetapi juga pembentukan budaya baru dalam masyarakat Kota Malang.
“Jika semua komponen bergerak, Malang dapat menjadi contoh kota yang serius dalam mengelola sampah plastik sekaligus menciptakan ekonomi kreatif yang berbasis lingkungan,” ujarnya.
Dengan hadirnya fasilitas, peraturan, pendidikan, serta inovasi produk, limbah plastik tidak lagi menjadi masalah, tetapi justru bisa menjadi kesempatan. (*)