DIAGRAMKOTA.COM — Sengketa lahan antara dua saudara di Kabupaten Nganjuk memasuki babak baru. Bariyah, warga Desa Gondangwetan, Kecamatan Jatikalen, resmi melaporkan kakaknya sendiri, Badiyem, ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Timur. Laporan itu terkait dugaan pemalsuan dokumen dalam penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas sebidang tanah sawah.
Kuasa hukum Bariyah, Maharani Roya Ananta, S.H., menyampaikan bahwa kliennya merasa dirugikan karena tanah yang diaku sebagai milik pribadi secara tiba-tiba telah bersertifikat atas nama Badiyem. Padahal, menurut Maharani, tidak pernah ada proses jual beli maupun peralihan hak tanah yang sah.
“Permohonan sertifikat ini diduga dilakukan dengan menggunakan dokumen palsu. Klien kami tidak pernah mengalihkan hak atas tanah tersebut kepada siapapun,” terang Maharani, Kamis (24/7).
Berdasarkan penelusuran tim kuasa hukum, dasar penerbitan SHM tersebut diduga menggunakan dokumen yang tidak sah. Oleh karena itu, laporan telah dilayangkan dengan dugaan pelanggaran Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat, yang ancamannya mencapai enam tahun penjara.
Tanah yang disengketakan sejatinya merupakan milik Bariyah. Namun karena alasan kekeluargaan, lahan sawah itu sempat dipinjamkan kepada kakaknya, Badiyem. Belakangan, ketika Bariyah ingin menarik kembali hak atas tanah tersebut untuk disewakan demi menambah penghasilan, permintaan itu justru mendapat penolakan.
Pada Mei 2024, perangkat desa setempat sempat memfasilitasi mediasi antara keduanya. Hasilnya, Badiyem bersedia mengembalikan tanah kepada Bariyah. Bahkan, SPPT Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun 2024 dan 2025 juga sudah diserahkan ke Bariyah.
Namun ketegangan kembali mencuat pada 10 Juni 2025. Saat itu, Badiyem mengklaim telah memiliki sertifikat hak milik atas tanah tersebut. Pernyataan ini mengejutkan pihak Bariyah, karena tidak pernah merasa menandatangani atau menyetujui proses peralihan kepemilikan.
“Klien kami menduga kuat telah terjadi penyalahgunaan administrasi dan pemalsuan dokumen dalam proses pengajuan SHM tersebut,” tegas Maharani.
Ia menambahkan, pelaporan ke Polda Jatim dilakukan sebagai langkah hukum agar kasus ini diusut tuntas dan tidak menjadi preseden buruk bagi administrasi pertanahan di masa mendatang.
Diketahui sebelumnya, Badiyem sempat lebih dahulu melaporkan Bariyah ke Polsek Jatikalen, Nganjuk, pada pertengahan Juni 2025. Dalam pelaporan itu, Badiyem didampingi oleh Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Republik Indonesia (LPK RI) Kota Surabaya.
Kasus ini kini menjadi perhatian publik, mengingat melibatkan hubungan saudara kandung serta menyangkut aspek legalitas pertanahan yang rawan disalahgunakan.(DK/Ais)