Kewajiban Sertifikasi Halal untuk UMKM Diundur Tahun 2026

PERISTIWA1071 Dilihat

Diagram Kota Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memimpin rapat terbatas (ratas) di Istana Merdeka, Jakarta yang membahas percepatan kewajiban sertifikasi halal. Dalam rapat tersebut, pemerintah sepakat mengundur kewajiban sertifikasi halal bagi usaha mikro kecil menengah (UMKM) menjadi berlaku pada tahun 2026.

Sebelumnya, berdasarkan Peraturan Presiden (PP) Nomor 39 Tahun 2021, kewajiban sertifikasi halal bagi produk makanan, minuman, hasil sembelihan dan jasa penyembelihan berlaku mulai 17 Oktober 2024.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal belum mencapai target karena masih banyak produk UMKM/usaha mikro kecil (UMK) yang belum tersertifikasi. Hingga tanggal 15 Mei 2024, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) baru menerbitkan sertifikat halal untuk sekitar 44% dari target total produk yang ada.

Permasalahan ini menjadi penting karena jumlah unit usaha mikro kecil di Indonesia mencapai sekitar 28 juta unit usaha. Oleh karena itu, langkah-langkah percepatan dalam proses sertifikasi halal perlu dilakukan agar UMKM dapat memenuhi persyaratan tersebut dengan lebih efisien dan tepat waktu.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga mengatakan bahwa Presiden Jokowi telah memutuskan terkait untuk UMKM makanan minuman dan yang lain, itu pemberlakuannya diundur. Tidak 2024, tetapi 2026.

“Itu disamakan dengan obat tradisional, herbal dan yang lain, produk kimia, kosmetik, aksesoris, barang gunaan rumah tangga, berbagai alat kesehatan, dan terkait dengan hal yang lain semua berlakunya 2026. Jadi, khusus UMKM, itu digeser ke 2026,” jelas Airlangga dalam konferensi pers dikutip diagramkota.com, Sabtu (18/5/2024)

Kendati demikian, pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal untuk produk makanan, minuman, hasil penyembelihan, dan jasa penyembelihan tetap diberlakukan untuk pelaku usaha menengah dan besar pada 17 Oktober 2024. Namun, direlaksasi untuk produk impor sampai 17 Oktober 2026 berdasarkan mutual recognition agreement (MRA).

Airlangga juga menjelaskan terkait dengan produk dari berbagai negara lain, maka akan diberlakukan setelah negara tersebut menandatangani MRA dengan Indonesia. Tadi dilaporkan oleh menteri agama, sekarang ada 16 negara sudah melakukan MRA.

“Bahkan, negara yang sudah melakukan MRA, itu diberlakukan karena halalnya disertifikasi di negara asal sehingga barangnya bisa masuk. Tapi bagi negara yang belum menandatangani MRA, ini belum diberlakukan,” ujar Airlangga.

Dengan demikian, pemerintah akan merevisi PP Nomor 39 Tahun 2021 yang selaras dengan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Beberapa perubahannya lainnya, meliputi perluasan kewenangan kehalalan produk yang tidak hanya dilakukan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, melainkan juga oleh MUI provinsi, MUI kabupaten/kota, Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh, dan Komite Fatwa Produk Halal.

Disampaikan juga, dalam perubahan aturan akan ditambahkan lingkup inspeksi terhadap tempat lainnya untuk pemotongan hewan/unggas selain rumah potong hewan (RPH).

“Selain itu juga akan dilakukan sinkronisasi peraturan di kementerian pertanian dengan peraturan di kementerian agama, penetapan kehalalan produk dilakukan berdasarkan standar fatwa halal yang ditetapkan oleh pemerintah, serta pembentukan Komite Fatwa Halal yang terdiri atas unsur akademisi dan ulama yang ditetapkan oleh menteri agama,” pungkas Airlangga. (dk/ria)

Share and Enjoy !