DIAGRAMKOTA.COM – Kisah di balik relief candi Borobudur yang penuh filosofiLebih dari 2.672 panel relief yang menghiasi dinding dan pagar langkan candi ini menjadi sebuah ensiklopedia visual perjalanan spiritual menuju pencerahan, mengikuti jejak ajaran Buddha Mahayana. Memahami relief-relief tersebut berarti menyelami kedalaman spiritualitas dan kosmologi yang diyakini oleh para pembuatnya.
Relief-relief Borobudur terbagi menjadi tiga tingkat utama yang mencerminkan perjalanan spiritual menuju Buddhahood: Kamadhatu (Alam Nafsu), Rupadhatu (Alam Bentuk), dan Arupadhatu (Alam Tak Berbentuk). Perjalanan ini bukan sekadar perjalanan fisik mengelilingi candi, melainkan sebuah perjalanan batin yang menuntut pemahaman dan refleksi mendalam.
Tingkat Kamadhatu, yang berada di dasar candi, menggambarkan kehidupan duniawi dengan segala godaan dan penderitaannya. Relief-relief di tingkat ini melukiskan kisah-kisah Jataka, cerita tentang kehidupan lampau Buddha Gautama sebelum mencapai pencerahan. Kisah-kisah ini menampilkan berbagai adegan kehidupan manusia, mulai dari cinta, kesenangan, hingga penderitaan dan konflik. Tujuannya bukanlah untuk mengecam kehidupan duniawi, melainkan untuk menunjukkan sifat sementara dan penuh penderitaan dari kehidupan yang terikat pada nafsu dan keinginan duniawi. Dengan menyaksikan adegan-adegan ini, pengunjung diajak untuk merenungkan sifat fana dari kesenangan duniawi dan memahami pentingnya melepaskan diri dari ikatan tersebut.
Naik ke tingkat Rupadhatu, kita memasuki alam bentuk yang lebih halus. Relief-relief di tingkat ini menampilkan kehidupan para dewa dan dewi, serta kisah-kisah tentang kehidupan Buddha Gautama setelah meninggalkan kehidupan duniawi. Kisah-kisah ini menggambarkan perjalanan spiritual Buddha, mulai dari pertapaan hingga mencapai pencerahan. Di tingkat ini, kita mulai melihat pergeseran dari fokus pada kehidupan duniawi menuju pencarian spiritual yang lebih mendalam. Relief-reliefnya menampilkan detail yang luar biasa, menggambarkan keindahan dan keanggunan, namun juga menyiratkan sifat sementara dari keindahan itu sendiri. Perjalanan di tingkat ini mengajarkan kita untuk memahami keindahan sementara dan pentingnya melepaskan diri dari keterikatan pada bentuk dan penampilan.
Puncak perjalanan spiritual terwujud di Arupadhatu, tingkat tertinggi candi yang berbentuk stupa. Tingkat ini melambangkan alam tak berbentuk, yang merupakan tempat tinggal Buddha dan pencerahan tertinggi. Stupa-stupa kecil di tingkat ini melambangkan Buddha, simbol pencerahan dan pembebasan dari siklus kelahiran dan kematian (samsara). Tidak ada relief naratif di tingkat ini, hanya stupa-stupa yang megah dan sunyi, mengajak pengunjung untuk merenungkan kedalaman pencerahan dan merasakan kedamaian batin. Keheningan dan kesederhanaan ini menjadi simbol puncak spiritualitas, di mana semua ikatan dan bentuk telah dilepaskan.
Relief-relief Borobudur bukan hanya sekadar hiasan, melainkan sebuah pesan spiritual yang dalam. Mereka mengajak kita untuk merenungkan kehidupan, memahami sifat sementara dari segala sesuatu, dan mencari jalan menuju pencerahan. Dengan mengamati detail-detail relief, kita dapat memahami perjalanan spiritual yang panjang dan penuh tantangan menuju pembebasan dari penderitaan. Borobudur bukan hanya sebuah candi, melainkan sebuah buku sejarah, sebuah ensiklopedia ajaran Buddha, dan sebuah tempat meditasi yang mengajak kita untuk merenungkan makna kehidupan dan pencarian spiritual kita sendiri. Pesan-pesan filosofis yang terukir dalam relief-reliefnya tetap relevan hingga saat ini, bahkan bagi mereka yang bukan penganut agama Buddha. Mereka menawarkan renungan universal tentang kehidupan, kematian, dan pencarian makna hidup.
(red)