Pemilihan Pengurus FPK Jatim 2024-2027 oleh Bakesbangpol Dinilai Cacat Hukum

PERISTIWA1243 Dilihat

DIAGRAMKOTA.COM – Pembentukan dan penyusunan pengurus FPK (Forum Pembauran Kebangsaan) Jawa Timur untuk masa bakti 2024-2027 dinilai cacat hukum. Sorotan tajam datang dari perwakilan suku bangsa di Jatim karena acara rapat yang berlangsung di gedung Bakesbangpol Jatim dianggap mengabaikan aturan hukum yang berlaku.

Rapat yang digagas Bakesbangpol (Badan Kesatuan Bangsa dan Politik) Jatim tersebut diduga tidak sesuai dengan Permendagri (Peraturan Menteri Dalam Negeri) dan Pergub (Peraturan Gubernur) Jatim.

Beberapa wakil organisasi suku dan etnis yang hadir terkejut dengan perubahan agenda acara. Dalam undangan disebutkan acara adalah Rapat Inventarisasi Data Suku-suku Bangsa Indonesia dan Kegiatan Pembauran Kebangsaan. Namun, ternyata acara diubah menjadi pembentukan dan pemilihan pengurus baru.

Perubahan mendadak agenda pada rapat yang dipimpin Kepala Bakesbangpol Jatim Eddy Supriyanto itu mendapat tanggapan dan protes dari peserta rapat. Protes pertama datang dari perwakilan suku dari Kalimantan.

Wakil suku tersebut mengatakan bahwa ia diundang untuk menyampaikan data suku yang diwakilinya untuk diinventarisasi tingkat Jatim. Karena ia bukan ketua organisasi, ia tidak mencalonkan diri menjadi pengurus. Apalagi ia diundang melalui FPK Kota Surabaya, sedangkan kepengurusan yang dibentuk adalah FPK Provinsi Jatim.

Pernyataan serupa juga diucapkan beberapa wakil suku dari daerah lain, seperti dari NTT, Sumatera, dan Sulawesi. Mereka tidak siap menjadi pengurus tingkat Jatim karena sudah menjadi pengurus di FPK Kota Surabaya.

Permendagri dan Pergub

Mendapat protes dan tanggapan dari beberapa peserta rapat, Ketua FPK Jatim demisioner, HM Yousri Nur Raja Agam, berusaha membantu Kepala Bakesbangpol Jatim. Menurut Yousri, acara pemilihan pengurus seharusnya berpedoman pada Permendagri No 34 tahun 2006 dan Pergub Jatim No.41 tahun 2009.

Kedua peraturan tersebut sama-sama BAB III Pasal 8 ayat (2). Yousri mengingatkan Kepala Bakesbangpol Jatim, Eddy Supriyanto, dengan membaca teks aslinya: “Pembentukan FPK dilakukan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh Pemerintah Daerah.”

Setelah diingatkan dasar hukum pembentukan pengurus FPK dari tingkat provinsi, kabupaten, kota, kecamatan, sampai kelurahan/desa tersebut, Eddy Supriyanto menyadari kesalahan itu. Eddy mengakui hal tersebut dengan spontan, mengatakan, “Memang benar itu, pembentukan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh Pemerintah Daerah (Pemda).”

Meskipun sudah mengakui aturan hukumnya, Eddy tetap melanjutkan pelaksanaan pemilihan pengurus. Ia mengatakan, “Mumpung kumpul sekarang ini ada masyarakat.” Namun, masih ada yang menyatakan bahwa yang hadir adalah pengurus FPK Kota Surabaya, bukan mewakili organisasi suku tingkat provinsi, ujar wakil suku Dayak itu.

Eddy, yang juga menjabat sebagai Pj (Penjabat) Walikota Madiun, tidak peduli dan tetap melaksanakan pemilihan pengurus. Disebut nama-nama yang terpampang di layar infokus, peserta diminta mengacungkan tangan.

Ada 12 nama bakal calon yang diunggulkan. Dari hasil penghitungan dengan sistem mengacungkan tangan tersebut, ada dua nama yang mendapat nilai terbanyak sama, yaitu Amiruddin Pase dari Suku Aceh dan Hoslih Abdullah mewakili Suku Madura. Karena jumlah suaranya sama dalam dua kali penghitungan, akhirnya Eddy menginstruksikan untuk diundi. Ansori, Sekretaris Bakesbangpol Jatim, maju membawa uang Rp 500 untuk undian. Dari undian tersebut, Amiruddin menang dan menjadi Ketua FPK Jatim periode 2024-2027.

Setelah Ketua terpilih, Hoslih Abdullah dinyatakan sebagai Wakil Ketua I, kemudian beberapa nama lainnya menjadi wakil ketua berikutnya.

Kepala Bakesbangpol Eddy Supriyanto langsung mengumumkan bahwa Sekretaris adalah Nurul Ansori dari Suku Jawa, yang juga Sekretaris Bakesbangpol Jatim, dan Bendahara adalah Grace Evi Ekawati, yang diperkenalkan sebagai Ketua Perbasi KONI Jatim, mewakili Etnis Tionghoa. Mendengar nama Ansori dan Evi ditetapkan begitu saja, terdengar suara hujan dari peserta rapat.

Perlu Dikaji Ulang

Ketua FPK Kota Surabaya Hoslih Abdullah juga menyesalkan perubahan agenda rapat dari inventarisasi data menjadi pembentukan pengurus FPK Jatim.

“Bagaimana ini, kita diundang untuk rapat inventarisasi dan pendataan, tetapi kok berubah menjadi musyawarah pemilihan dan pembentukan pengurus. Ini jelas-jelas tidak sesuai dengan Permendagri dan Pergub Jatim,” ucapnya.

“Kalau ini tidak dikoreksi dan dibetulkan bisa berbuntut dengan penggunaan anggaran. Ingat lho kita ini di FPK menggunakan dana APBD. Jadi jangan salah prosedur,” tambah Cak Dolah, panggilan akrab Hoslih Abdullah.

Hoslih, yang juga Ketua KONI Kota Surabaya, mengingatkan bahwa seharusnya berpedoman pada Permendagri dan Pergub yang menjadi dasar pembentukan FPK di tingkat provinsi ini.

“Seperti diingatkan oleh mantan Ketua FPK Jatim Cak Yousri Raja Agam, untuk membentuk kepengurusan harus berpedoman pada Permendagri dan Pergub Jatim, sama-sama BAB III Pasal 8 ayat (2),” ujar Cak Dolah.

“Sebagai Ketua FPK Jatim Demisioner, Cak Yousri sebaiknya menyarankan kepada Kepala Bakesbangpol Jatim untuk melakukan kaji ulang, misalnya mengadakan musyawarah kembali sesuai prosedur hukum yang benar,” sarannya.

“Kalau tidak dilaksanakan sesuai aturan hukum yang berlaku, bisa berpengaruh pada penggunaan dana yang dihibahkan dari APBD Jatim itu,” tegas Cak Dolah.

Cak Dolah, yang juga Ketua Pemuda Pusura Surabaya, merasa serba salah ikut rapat di Bakesbangpol Jatim ini karena 16 dari 27 peserta rapat adalah pengurus FPK Kota Surabaya. Selain itu, ada juga beberapa teman pengurus KONI Jatim dan Surabaya, katanya. (dk/nw)

Share and Enjoy !