Diagram Kota Jakarta – Dalam upaya untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam administrasi pajak, Kementerian Keuangan telah menetapkan target untuk menerapkan Sistem Pembaruan Administrasi Perpajakan (PSIAP) atau Core Tax Administration System (CTAS) pada akhir tahun 2024.
Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fraksi Partai Golkar, Puteri Anneta Komarudin, dalam Rapat Dengar Pendapat (DRP) Komisi XI bersama DJP, di Gedung Nusantara I, Senayan, mengingatkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tentang pentingnya kesiapan pegawai DJP untuk mengoperasikan core tax.
“Karena pengembangan sistem ini tidak hanya memasang software, tetapi juga mengubah cara kerja dari Sumber Daya Manusia (SDM) di DJP. Untuk itu, kami harapkan DJP dapat mempersiapkan dan melatih pegawainya, sehingga nantinya proses transisi sistem ini bisa berjalan dengan mulus,” ungkap Puteri dikutip diagramkota.com, Kamis (20/6/2024).
Puteri mengakui bahwa pengembangan sistem ini tidak hanya memasang perangkat lunapi juga mengubah cara kerja pegawai DJP. Untuk itu, dia berharap DJP dapat mempersiapkan dan melatih pegawai-pegawainya sehingga proses transisi sistem ini dapat berjalan dengan lancar. Core tax dirancang untuk mengintegrasikan proses bisnis perpajakan, sehingga lebih cepat, akurat, dan transparan.
Selain itu, Puteri juga mendorong DJG untuk terus mengeksplorasi potensi pajak dari sektor ekonomi digital. Indonesia memiliki potensi ekonomi digital yang besar, diperkirakan mencapai 109 miliar dolar AS pada tahun 2025, didorong oleh sektor e-commerce yang diperkirakan tumbuh menjadi 82 miliar dolar AS.
DJP telah mengumpulkan setoran pajak digital sebesar Rp 24,12 triliun hingga akhir April lalu, tetapi dengan potensi ekonomi digital yang besar, Puteri berharap dapat mengejar penerimaan pajak yang lebih besar lagi.
Pada kesempatan berbeda, Direktur Jenderal Pajode 2017-2019 dan Senior Advisor TaxPrime Robert Pakpahan juga menyoroti kesiapan SDM DJP dalam mengimplementasikan core tax. Dengan adanya core tax, DJP akan lebih mudah mengelola administrasi pajak, termasuk di sektor digital.
Menurutnya, risiko dan tantangannya adalah di-change management-nya, how ready? Seberapa siap DJP menjalankannya, sehingga risiko nomor satu adalah menyiapkan SDM yang menjalankan ini di semua kantor DJP, termasuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP), yang khususnya sangat terlibat dengan teknis sangat kritikal.
“Walaupun saya mengetahui saat ini sedang disiapkan, tetapi untuk memulai sesuatu yang baru perlu sangat dipersiapkan dengan matang. Karena administrasi perpajakan itu sangat kompleks, enggak mudah. Tiba-tiba 21 proses bisnis saling terpadu dan terautomasi,” ungkap Robert.
Seperti diketahui, core tax didesain menjadi solusi dalam mengorkestrasikan kompleksitas proses bisnis administrasi pajak. Desain perancangan sistem yang menjadi bagian dari Reformasi Perpajakan Jilid III ini adalah mengintegrasikan 21 proses bisnis.
Meliputi pendaftaran, pelayanan, pengawasan kewilayahan atau ekstensifikasi, pengelolaan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan/masa, pembayaran, pengelolaan data pihak ketiga, exchange of information (EoI), penagihan, tax account management (TAM), pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan.
Juga Compliance Risk Management (CRM), business intelligence, document management system, data quality management, keberatan dan banding, nonkeberatan, pengawasan, penilaian, layanan edukasi, dan knowledge management.
Implementasi core tax di Indonesia akan membuka potensi pajak ekonomi digital dan meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam administrasi pajak. DJP harus terus mempersiapkan dan melatih pegawai-pegawainya untuk memastikan proses transisi sistem ini berjalan dengan lancar. (dk/ria)