M.Nurullah RS, Ketua Umum PWDPI, Tegas Menolak Draf RUU Penyiaran

NASIONAL863 Dilihat

Diagram Kota JakartaKetua Umum Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia (Ketum DPP PWDPI), M.Nurullah RS, secara tegas menolak draf Rancangan Undang-Undang Penyiaran (RUU Penyiaran) yang saat ini sedang digodok oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). RUU ini rencananya akan menggantikan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Dalam pernyataannya di Jakarta pada Selasa (15/5/2024), M.Nurullah menyampaikan bahwa ia mewakili seluruh anggota PWDPI menolak isi draf RUU Penyiaran.

“Kami menghormati rencana revisi UU Penyiaran tetapi mempertanyakan mengapa UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 tidak dimasukkan dalam konsideran RUU Penyiaran,” tegasnya.

Mengapa PWDPI Menolak RUU Penyiaran?
Menurut Ketum PWDPI, jika DPR dan pemerintah tetap bersikeras memberlakukan RUU tersebut, mereka akan berhadapan langsung dengan masyarakat pers.

“Jika DPR tidak mengindahkan aspirasi ini, maka bersama organisasi pers serta ribuan anggota PWDPI, kami akan turun jalan mengadakan unjuk rasa di Senayan,” ancamnya.

Ketum PWDPI menegaskan bahwa pemberlakuan RUU Penyiaran akan mengancam independensi pers.

“Penyusunan RUU ini yang tidak melibatkan Dewan Pers sejak awal, sudah menciderai insan pers. Dewan Pers itu adalah perwakilan kami untuk menyuarakan aspirasi kami di parlemen. Mereka adalah DPR bagi kami,” ujarnya.

Lebih lanjut, Nurullah menekankan pentingnya partisipasi penuh makna dari seluruh pemangku kepentingan dalam proses penyusunan UU.

Hal ini, menurutnya, tidak tercermin dalam penyusunan draf RUU Penyiaran. Larangan penayangan jurnalisme investigasi dalam draf RUU ini, katanya, bertentangan dengan pasal 4 ayat (2) UU Pers yang menyatakan bahwa pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pemberedelan, atau pelarangan penyiaran.
Dampaknya, larangan tersebut akan membungkam kemerdekaan pers.

“Padahal jelas tertera dalam pasal 15 ayat (2) huruf a, bahwa fungsi Dewan Pers adalah melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain,” tambahnya.

Sengketa Pers dan Peran Dewan Pers
Nurullah juga menyoroti penyelesaian sengketa pers di platform penyiaran. Menurutnya, sesuai dengan UU Pers, kewenangan tersebut seharusnya berada di tangan Dewan Pers, bukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). “KPI tidak punya wewenang menyelesaikan sengketa pers. Ini kelak akan terjadi seperti tuan melaporkan Belanda,” imbuhnya.

Menurut Nurullah, upaya untuk mengurangi kemerdekaan pers sudah lima kali dilakukan oleh pemerintah maupun legislatif. Hal ini tercermin dalam beberapa regulasi, seperti UU Pemilu, peraturan Komisi Pemilihan Umum, pasal dalam UU Cipta Kerja, KUHP, dan terakhir adalah RUU Penyiaran. Nurullah menilai bahwa RUU Penyiaran ini secara frontal mengekang kemerdekaan pers.

“RUU Penyiaran ini jelas-jelas bertentangan dengan UU Pers. Saya minta agar draf RUU Penyiaran yang bertolak belakang dengan UU Pers dicabut,” tegasnya.

Seruan untuk Mencabut RUU Penyiaran
Ketum PWDPI meminta agar draf RUU Penyiaran dicabut karena dinilai akan merugikan publik secara luas. Ia juga mendesak agar draf ini disusun ulang dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan.

“Jurnalisme investigatif merupakan strata tertinggi dari karya jurnalistik. Jika dilarang, maka akan menghilangkan kualitas jurnalistik,” pungkasnya.

Saat ini, PWDPI telah memiliki 800 media yang tergabung dan memiliki cabang di 30 provinsi di Indonesia.

Dukungan yang luas dari berbagai media ini menunjukkan bahwa penolakan terhadap RUU Penyiaran bukanlah hal yang bisa dianggap remeh.

Penolakan Ketum DPP PWDPI, M.Nurullah RS, terhadap draf RUU Penyiaran adalah sikap tegas yang mencerminkan kegelisahan para insan pers terhadap ancaman yang mungkin timbul dari pemberlakuan RUU ini.

Dengan alasan yang kuat terkait independensi dan profesionalisme pers, Nurullah bersama PWDPI siap untuk memperjuangkan kemerdekaan pers di Indonesia.

Masyarakat perlu mencermati perkembangan ini dengan seksama, karena kebebasan pers adalah pilar penting dalam demokrasi. (dk/tgh)

Share and Enjoy !

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *