Diagram Kota Jakarta – Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan bahwa perbedaan dalam penentuan awal Ramadhan merupakan hal yang lumrah dan tetap harus saling menghormati serta menjunjung nilai toleransi.
“Ada beberapa perbedaan dan itu lumrah saja. Namun kita harus tetap saling menghormati dan menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi sehingga tercipta suasana yang kondusif,” ujar Menag di Jakarta, Minggu (10/3/2024).
Hal ini juga didukung oleh Ketua MUI Abdullah Zaidi yang mengajak agar saling menghormati perbedaan penentuan awal Ramadhan dan menjadikannya sebagai perekat persaudaraan dan persatuan.
Pemerintah telah menetapkan 1 Ramadhan 1445 Hijriah jatuh pada Selasa, 12 Maret 2024. Begitu pula dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang menetapkan awal puasa pada Selasa.
Namun, Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang berpedoman pada kriteria Wujudul Hilal menetapkan awal Ramadhan jatuh pada Senin (11/3/2024). Perbedaan ini menunjukkan kekayaan dan dinamika dalam pemahaman terhadap ilmu falak dan metode hisab yang digunakan.
“Meskipun terdapat perbedaan dalam penentuan awal Ramadhan, kita harus menjadikan momentum ini untuk saling mengintrospeksi diri sendiri, memperbanyak ibadah, dan kembali bergandengan tangan pascakontestasi politik,” pesan Menag.
Senada dengan Menag, Ketua MUI Abdullah Zaidi mengajak agar saling menghormati akan perbedaan penentuan awal Ramadhan. Masyarakat tak perlu membesar-besarkan masalah ini, justru harus menjadi perekat persaudaraan dan persatuan.
“Yang terpenting tingkatkan kesalehan kita, dengan kepedulian sosial kita kepada saudara-saudara kita yang memerlukan uluran tangan kita,” katanya.
Sementara itu, Ketua Komisi VIII RI Ashabul Kahfi juga menekankan bahwa Ramadhan bukan hanya tentang menentukan tanggal, tetapi juga mempersiapkan diri untuk bulan penuh berkah dalam meningkatkan takwa, kesabaran, dan keikhlasan.
“Semangat Ramadhan harus tetap hidup tidak peduli tanggal dimulainya. Oleh karena itu, saya mengajak semua pihak untuk terus berdialog dan berdiskusi demi mencapai pemahaman bersama yang akan membawa kita pada persatuan dan kebersamaan umat Islam,” kata Ashabul
Perbedaan penentuan awal Ramadhan, kita harus tetap mempertahankan semangat persatuan dan persaudaraan. Masyarakat tidak perlu membesar-besarkan masalah ini, melainkan harus fokus pada peningkatan kesalehan dan kepedulian sosial kepada saudara-saudara yang memerlukan uluran tangan kita.
Dengan menghormati perbedaan dalam penentuan awal Ramadhan, kita dapat menciptakan suasana yang harmonis dan memperkuat persatuan umat Islam.
Perbedaan ini juga dapat menjadi kesempatan untuk memperkaya pemahaman kita tentang ilmu falak dan metode hisab. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk saling menghormati dan menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dalam menyikapi perbedaan ini. (dk/ria)