Diagram Kota Yogyakarta – Putri bungsu Keraton Yogyakarta, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Bendara banyak diperbincangkan dan viral di media sosial. Video yang memperlihatkan dirinya sedang naik becak beredar luas di dunia maya.
Awalnya, video itu menyorot dari jauh sosok wanita tersebut. Saat video mendekat, ternyata wanita bersahaja itu adalah putri bungsu Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Kanjeng Ratu Bendara.
Ia menaiki becak berwarna biru dengan cukup santai. Tukang becak yang membawa Gusti Bendara pun sepertinya tak sadar bahwa penumpangnya itu adalah sosok putri Kraton Yogyakarta.
Bukan sengaja diekspos, tapi video tersebut diambil secara diam-diam dan tanpa sepengetahuan sang putri. Video yang diunggah oleh beberapa akun Instagram seperti @jogjaistimewa dan @jogjatoday ini sontak membuat GKR Bendara banjir pujian.
Kesederhanaannya telah mengundang decak kagum banyak orang meskipun ia keturunan dari Sri Sultan Hamengkubuwono X dan GKR Hemas ini. Putri kelima dari Sri Sultan Hamengkubuwono X dan GKR Hemas. Ia sendiri malah terkejut kalau dirinya jadi viral di media sosial.
Karena GKR Bendara mengaku, ini bukan pertama kalinya ia naik becak. Selama ini, ia sering banget naik alat transportasi umum yang memang masih banyak tersebar di Yogyakarta.
“Sering sih naik becak kalau memang dekat saja lebih baik pakai becak, apalagi kalau di kawasan kota kan parkir susah. Jadi kalau mau ke Wijilan, ada pojokan ada gorengan itu, pakai becak aja lebih mudah lebih gampang,” ujar GKR Bendara.
Sosok GKR Bendara sendiri memang adalah sosok yang sederhana. Meski merupakan seorang Putri Keraton, salah satu finalis Miss Indonesia 2009, dan sarjana di bidang perhotelan dari salah satu perguruan tinggi di Swiss.
GKR Bendara justru lebih suka tampil dengan outfit simple di berbagai kesempatan, make up nya pun juga natural. Tapi jangan salah, kalau udah pake sanggul dan kebaya, aura Putri Keratonnya langsung terpancar.
Karena terlanjur viral, GKR Bendara pun berpesan pada generasi muda agar nggak malu sama tradisi dan sejarahnya budaya kita sendiri.
“Yang pasti tidak boleh malu terhadap sejarahnya tradisinya. Itu nggak boleh malu bahkan kita harusnya bangga dengan bahasa Jawa, dengan naik becak, naik andong. Itu bukan masalah zaman dahulu atau bagaimana, tapi yang perlu kita uri-uri (melestarikan),” pesannya. (dk/chandra wiji)
