Jakarta, Metrojatim.com – Praktek pemalakan PMI (Pekerja Migran Indonesia) di Wisma Atlet ternyata masih marak. Sesuai protokol kesehatan dalam masa Pandemi COVID-19, mewajibkan PMI yang tiba di Indonesia masuk karantina di Wisma Atlet, Jakarta. Minimal selama lima hari jika tidak terpapar Covid-19, PMI tersebut baru boleh untuk kembali ke daerah.
Namun saat PMI hendak keluar dari Wisma Atlet, ada sekelompok oknum yang mengaku dari travel mencegat dan memaksa untuk menggunakan jasa mereka dengan tarif yang sangat tinggi.
“Saya dan teman-teman saya dipaksa harus naik travel mereka. Ke Bandara Soetta saja di getok Rp300 ribu per orang,” kata Nugeraha, salah satu eks PMI kepada wartawan, Minggu (11/4/2021).
Baca juga : PAW Komisioner Bawaslu Surabaya, 5 Calon Kandidat Siap Di Verifikasi
Bahkan saat hendak keluar dari area wisma, Nugeraha terus di cegat. Oknum yang mengaku dari travel itu mengintimidasi dirinya dengan mengambil foto dari luar mobil.
“Saya langsung banting pintu mobil dan tanya ‘apa maksudnya?’. Saya sudah sabar mengikuti prosedur yang di tetapkan Pemerintah. Tapi saat tiba waktunya pulang, mereka seperti ‘memalak’ kami,” kata Nugeraha.
Pihak Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) juga mendapatkan informasi serupa. Bahwa terdapat dugaan praktek pemalakan yang menimpa para PMI.
“Benar! Saya beberapa hari ini banyak dapat aduan yang sama ke saya,” kata Staf Khusus Kepala BP2MI Aznil Tan kepada wartawan.
Aznil Tan mengutuk praktek-praktek premanisme tersebut. Aktivis 98 ini menegaskan akan memberantas pihak yang membacking para calo agen travel perjalanan tersebut.
“Ini mesti kita sikat. Langkah awal, saya akan ramaikan kasus ini agar publik tahu atas pemalakan ini. Selanjutnya, saya akan dorong BP2MI turun all out untuk memberantas preman-preman tersebut,” jelas Aznil Tan lebih lanjut.
Sekedar informasi, BP2MI di era kepemimpinan Benny Rhamdani berkomitmen membela dan melindungi PMI. Apalagi terdapat perintah langsung dari Presiden Jokowi agar melindungi PMI dari ujung rambut hingga ujung kaki. (*)